Wahai orang-orang yang beriman,
taatlah kamu kepada Allah dan taatlah kamu kepada Rasulullah dan kepada
"Ulil-Amri" (orang-orang yang berkuasa) dari kalangan kamu. Kemudian
jika kamu berbantah-bantah (berselisihan) dalam sesuatu perkara, maka hendaklah
kamu mengembalikannya kepada (Kitab) Allah (Al-Quran) dan (Sunnah) RasulNya
jika kamu benar beriman kepada Allah dan hari akhirat. Yang demikian adalah
lebih baik (bagi kamu) dan lebih elok pula kesudahannya.
(An – Nisa’ : 59)
Menurut Islam debat dan berdialog terbahagi kepada dua:
1. Debat & dialog yang disyariatkan – Iaitu yang bertujuan mencari dan menjunjung kebenaran, sehingga dapat menjadi sarana penyampaian dakwah.
2. Debat yang tercela – Yakni yg bertujuan hanya ingin menang, membela diri atau kelompoknya, tak ada niat untuk mencari kebenaran.
Bagaimana sebenarnya adab dalam berdebat dan dialog yang sesuai dengan landasan syar’ie?
1. Luruskan niat, mencari redha Allah dan membela kebenaran.
2. Jujur, jauhi kedustaan.
3. Berbekal ilmu.
4. Berdebat pada permasalahan yang bermanfaat.
5. Mengembalikan perselisihan kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah.
6. Menahan diri dari emosi.
7. Tampakkan rasa cinta dan persaudaraan sebelum, ketika, dan setelah dialog.
8. Lembut dan sabar dalam berdialog.
9. Kembali kepada kebenaran.
10. Jaga lisan, jauhi ucapan kotor.
11. Puji lawan debat apabila sudah kembali pada kebenaran.
12. Akhiri dialog apabila lawan bicara keras kepala.
Inilah sebagian adab yang harus diketahui dan dipelihara sebelum seseorang terpaksa menyampaikan kebenaran melalui debat mahupun berdialog.
“Barangsiapa yang beriman pada ALLAH
dan hari akhir maka hendaklah berkata baik atau lebih baik diam.” (HR Bukhari
Muslim)
“Sesungguhnya orang yang paling aku cintai di antara
kalian dan yang paling dekat kedudukannya denganku di hari kiamat kelak adalah
orang yang terbaik akhlaqnya. Dan orang yang paling aku benci dan paling jauh
dariku pada hari kiamat kelak adalah tsartsarun, mutasyaddiqun dan
mutafaihiqun.” Sahabat berkata: “Ya Rasulullah… kami sudah tahu erti tsartsarun
dan mutasyaddiqun, lalu apa erti mutafaihiquun?” Beliau menjawab, “Orang
yang sombong.” (HR Tirmidzi )
“tsartsarun”
adalah orang yang banyak bercakap dan suka mencela pembicaraan orang lain
seolah-olah mereka sahaja yang berhak untuk bersuara.
“mutasyaddiqun”
adalah orang yang suka berbicara dengan gaya bicara yang meremehkan orang lain
seolah-olah dia adalah orang paling fasih, itu dilakukannya karena kesombongan
dan bangga diri yang berlebihan.
“mutafaihiqun”
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menerangkannya yaitu orang-orang
yang sombong.
~mari menjadi mukmin yang bersahsiah~
dalam
~Memperkasa Biah Solehah~
No comments:
Post a Comment